Pertumbuhan Uber yang terbilang pesat selama 2016 mempunyai dampak tersendiri, yaitu mereka 'sukses' merugi sebesar USD 2,8 miliar, atau sekitar Rp 37,2 triliun.
Angka kerugian yang fantastis ini tak termasuk kerugian Uber di China, yang sebelumnya disebut mencapai USD 1 miliar per tahun. Kerugian Uber di Negeri Tirai Bambu itu tak dihitung karena mereka sudah menjual unit bisnisnya itu ke pesaingnya, yaitu Didi Chuxing.
Juru bicara Uber Momo Zhou mengkonfirmasi angka kerugian puluhan triliun rupiah tersebut, seperti dilansir CNN Money, Minggu (16/4/2017). Meski menderita banyak kerugian, secara performa, pertumbuhan penjualan Uber terbilang besar namun dengan angka kerugian yang konstan, alias tak ikut naik.
"Kami sangat beruntung karena mempunyai bisnis yang sehat dan terus tumbuh, memberikan kami cukup ruang untuk melakukan perubahan yang kami butuhkan baik di sisi manajemen, akuntabilitas, kebudayaan, organisasi dan hubungan kami dengan para sopir, ujar Rachel Holt, GM uber bagian AS dan Kanada dalam pernyataannya.
Langkah Uber yang mempublikasikan laporan keuangannya ini sebenarnya mengagetkan. Pasalnya, sebagai perusahaan privat, mereka tak diwajibkan untuk melaporkan keuangannya.
Namun mempublikasikan sebagian kondisi keuangannya yang positif bisa meningkatkan kepercayaan diri, baik bagi investor, karyawan atau pun pihak terkait lain. Terlebih lagi karena Uber beberapa bulan belakangan sering dilanda masalah, dari pelecehan seksual antar karyawan hingga gerakan boikot.
0 comments:
Post a Comment